MotoGP sudah resmi mengumumkan akan berpindah memakai ban Pirelli untuk kelas utama pada musim 2027 ke depan.
Perubahan itu sejalan dengan perubahan regulasi mesin yang mengecil menjadi 850 cc pada 2027.
Itu artinya pada 2027, untuk pertama kalinya, semua kelas di MotoGP akan menggunakan satu mark ban yang sama.
Sebelumnya, mulai musim 2024 yang lalu, kelas Moto3 dan Moto2 telah terlebih dulu berganti supplier ke Pirelli setelah sebelumnya memakai Dunlop.
Menyusul pada 2027, kelas MotoGP dan MotoE juga akan berpindah menggunakan Pirelli.
Lalu bagaimana nasib Pirelli di WSBK? Kontrak Pirelli dengan WSBK akan berakhir pada 2026.
Kalau Pirelli juga memperpanjang kontrak mereka dengan WSBK, maka Pirelli akan menjadi supplier tunggal dua kejuaraan motor tertinggi di dunia saat ini.
Namun rasa-rasanya, Pirelli mungkin harus merelakan WSBK. Karena di luar WSBK dan MotoGP, Pirelli juga menjadi supplier tunggal kejuaraan Formula One.
Jika Pirelli memaksakan menyuplai tiga kejuaraan tersebut, maka akan ada masalah pada sumber daya yang dipakai.
Terlepas dari itu, Pirelli menjadi pabrikan ban ketiga yang menyuplai MotoGP di era Single Tire Manufacture, yang dimulai sejak musim 2009 yang lalu.
Seperti apa karakter Pirelli dibandingkan Bridgestone dan Michelin, yang sudah lebih dulu menjadi Single Tire Manufacture di MotoGP? Mari kita kupas tuntas.
Sebelumnya, mari kita bahas sedikit MotoGP sebelum Single Tire Manufacture Regulation diberlakukan.
Walau sebelumnya ada merek seperti Goodyear, Firestone, dan Dunlop yang menyuplai ban di kelas utama, cerita rivalitas Bridgestone dan Michelin di awal 2000-an adalah rivalitas merek ban yang paling terkenal di MotoGP.
Bridgestone mulai masuk ke MotoGP pada awal era 4-Tak, menyuplai beberapa tim kecil sampai akhirnya pabrikan seperti Suzuki, Kawasaki, dan Ducati memilih menggunakan ban Bridgestone.
Ban Bridgestone memiliki jumlah kompon yang terbatas dan berdiameter 16,5 inci. Meskipun sebenarnya waktu itu Michelin juga punya ban dengan diameter yang sama.
Namun Bridgestone adalah pabrikan ban yang berhasil mempopulerkan diameter ini. Sementara Michelin adalah pemain lama yang sudah menyuplai ban sejak era 500cc.
Michelin punya kelebihan pada jumlah pilihan kompon ban, bahkan Michelin bisa membawa kompon ban yang berbeda-beda sesuai dengan karakteristik sirkuit, dan jika pembalap meminta ban yang spesifik, Michelin akan memberikannya.
Michelin menggunakan diameter ban 17 inci yang lebih umum dijumpai di pasaran, dan kebanyakan motor produksi masal juga memakai ban dengan diameter ini.
Setelah regulasi jumlah maksimum ban diberlakukan pada 2007, Michelin yang terbiasa membawa banyak kompon ban sekaligus, akhirnya harus mengakui kekalahan dari Bridgestone.
Valentino Rossi menjadi pembalap pertama yang meminta ban Bridgestone di tim yang disuplai oleh Michelin, Dani Pedrosa menyusul di tengah musim 2008.
Pada akhirnya pada 2009 MotoGP meniru WSBK yang sudah terlebih dahulu menerapkan Single Tire Manufacture Regulation sejak musim 2004.
Menurut Danilo Petrucci,
Lebih sulit bagi seorang rider untuk berganti mark ban, daripada berganti motor.
— Danilo Petrucci
Pernyataannya ini didasari pengalamannya beberapa tahun terakhir yang sering gonta ganti motor dan kejuaraan.
Danilo Petrucci diketahui masih membalap di MotoGP pada 2021 bersama dengan KTM Tech 3. Setahun kemudian, dia pindah ke Rally Dakar, dan pada tahun selanjutnya, dia pindah ke Moto Amerika. Di tahun 2023, Danilo Petrucci membalap di World Superbike.
Semua kelas dan kejuaraan tadi memakai ban dari merek yang berbeda-beda. MotoGP menggunakan Michelin, Rally Dakar BF Goodrich. Moto Amerika menggunakan Dunlop, dan WSBK menggunakan Pirelli.
Tahun lalu, saya menggunakan motor yang sama, Ducati Panigale V4R. Namun, ban yang digunakan sangat berbeda. Karena itu, saya masih harus beradaptasi dengan karakteristik ban. Tahun ini, saya menggunakan Pirelli, dan bukan Dunlop.
— Danilo Petrucci
Karena itu, inilah beberapa alasan mengapa pindah merek ban lebih sulit daripada pindah pabrikan motor. Danilo kemudian menjabarkan beberapa perbedaan struktur ban dari masing-masing merek.
Menurutnya, Pirelli mempunyai struktur yang lebih lunak. Kelebihan Pirelli adalah strukturnya yang lunak dan dapat digunakan oleh rider dengan tingkat apapun.
Bahkan, menurut Petrucci, rider amatir masih bisa menggunakan ban Pirelli dengan baik.
Ban Pirelli mengizinkan ridernya untuk merasakan pergerakan dari motor dan memberikan tanda-tanda peringatan kalau ban dipacu over the limit.
Petrucci mengungkapkan kalau dirinya lebih terbiasa dengan ban yang mempunyai struktur lebih keras, seperti Bridgestone, Michelin, dan Dunlop.
Ketiga ban tadi memiliki struktur yang lebih keras, dan yang paling keras adalah Dunlop.
Struktur yang keras membantu pengereman di jalur lurus. Sementara Pirelli memungkinkan para pembalap untuk mengerem sambil menikung. Bahan lain lebih optimal digunakan saat pengereman di lintasan lurus sebelum masuk ke tikungan.
Anda tidak bisa melakukan itu dengan Michelin atau Dunlop, mengerem sambil menikung, karena mereka memiliki konstruksi yang lebih keras. Jadi, Anda harus mengerem di lintasan lurus dan melepaskan rem saat memasuk ke tikungan.
— Danilo Petrucci | dikutip dari Motorsportmagazine.com
Petrucci kemudian menjelaskan bahwa untuk mengoptimalkan Michelin dan Dunlop, pembalap perlu untuk membiarkan bagian belakang motor untuk mengalami slag.
Karena pembalap hanya bisa menggunakan pressure rem depan saat menikung, dan saat motor mulai kehilangan traksi belakang.
Jika tidak dilakukan seperti itu, ban belakang akan mendorong ban depan, dan ban depan akan kehilangan traksi juga secara instan tanpa peringatan, mengakibatkan high side parah.
Sementara Pirelli punya kelakuan yang berbeda, tidak seperti Michelin atau Dunlop, Pirelli membuat banyak motor bergerak.
Namun bukan karena banyak bergerak seperti ban Pirelli kehilangan grip. Faktanya, ban Pirelli baru akan menyebabkan kecelakaan kalau ban sampai terkunci.
Ban Pirelli memberikan rider feeling dan peringatan saat ban mulai kehabisan grip. Gerakan-gerakan yang timbul karena ban membuat rider tahu kira-kira kapan ban akan selip atau kehilangan traksi.
Menurut Petrucci, saat ini Brad Binder adalah pembalap yang paling ahli memanfaatkan slag saat menikung.
Kemampuannya ini membuat Binder dapat mengendalikan motor dengan lebih baik dan juga bisa menyusul barisan depan dengan cepat, sesuatu yang jarang terlihat di MotoGP saat ini.
Ban Michelin dan ban Bridgestone sebelumnya digunakan di MotoGP, memungkinkan para rider untuk mendapatkan Lean Angle lebih ekstrem jika dibandingkan dengan Dunlop atau Pirelli.
Ban Dunlop memerlukan kecepatan yang tinggi untuk memasuki tikungan dengan baik. Begitu masuk ke tikungan, ban juga harus ditekan dengan suspensi. Jika tidak, ban akan bergetar dengan bergerak berlebihan.
Lean Angle yang lebih bagus ini membuat Michelin dan Bridgestone superior saat menikung dan dapat membawa kecepatan tikungan yang lebih tinggi.
Perbedaan Bridgestone dan Michelin ini terletak di kompon ban depan. Ban Bridgestone memiliki kompon ban depan yang jauh lebih kuat. Itulah sebabnya pada zaman Bridgestone, banyak pembalap mengalami stoppie.
Ban Michelin tidak seperti itu, ban Michelin punya kompon belakang yang isimewa. Karena itu, keseimbangan saat menggunakan rem belakang dan depan adalah hal yang sangat penting.
Karena itu, saat ini semua pabrikan MotoGP membangun motor yang lebih berisi di belakang daripada sebelumnya. Semakin lama, motor semakin panjang dan rendah ke tanah setiap tahunnya.
Lebih lanjut, Petrucci mengatakan bahwa membawa ban Dunlop bisa menggunakan cara yang kasar. Karena Dunlop punya karakter yang paling keras daripada merek-merek ban lain.
Ban Dunlop punya kompon paling kasar. Jadi Anda perlu momentum dan tidak usah pakai bukaan gas yang besar. Setelah menikung, Anda bisa langsung menegakkan motor dan mendorong motor habis-habisan dilurus.
Sementara struktur Michelin lebih lembut dari itu, Anda harus halus membawa motor terutama saat masuk dan keluar tikungan. Anda tidak boleh terlalu agresif.
— Danilo Petrucci
Petrucci kemudian menjelaskan, kalau di Moto Amerika, dia biasa menggunakan kompon paling lunak. Hal ini karena aspal Amerika tidak terlalu bagus, sehingga sulit mendapatkan grip.
Saking kuatnya dan kerasnya struktur ban Dunlop, Petrucci sampai bilang kalau orang-orang bisa datang ke dealer ban dan duduk di ban Dunlop, ban itu tidak akan rusak.
Danilo Petrucci lalu juga mengatakan kalau ban Pirelli tidak perlu dipanaskan dengan lama seperti ban Michelin ataupun Dunlop.
Karena pada dasarnya, ban Pirelli yang dipakai di WSBK juga menggunakan ban yang dijual umum. Sehingga punya kompon yang mudah panas, namun juga tetap menggigit waktu dingin.
Ban Pirelli sangat bagus di temperatur yang dingin, karena ban itu juga merupakan ban komersial yang dijual. Jadi ban itu harus dapat digunakan di berbagai temperatur dan kondisi. Ban di MotoGP punya suhu optimal yang harus dicapai dan dijaga sepanjang waktu.
— Danilo Petrucci
Hal terakhir yang digarisbawahi oleh Petrucci adalah elektronik, Petrucci tidak menampik kalau setting elektronik sangat membantu saat membawa motor dan memaksimalkan ban.
Di MotoGP sejak tahun 2016 menggunakan satu spek ECU elektronik yang diseragamkan oleh Dorna. Baik itu hardware maupun software. Sehingga mekanik juga insinyur MotoGP lebih sulit untuk men-setting motor menjadi lebih efektif.
Sementara di WSBK maupun Moto Amerika, setiap tim dan pabrikan menggunakan ECU, mulai dari hardware dan software yang dikembangkan sendiri. Sehingga mekanik dan para insinyur lebih mudah untuk memaksimalkan motor.
ECU in-house lebih mudah untuk bisa sesuai dengan keperluan. Hal ini yang membuat pembalap Superbike kesulitan untuk beradaptasi dengan motor MotoGP karena motor lebih sulit untuk di-set.
Danilo Petrucci sendiri mengakui bahwa lebih sulit membawa motor MotoGP. Selain karena elektroniknya, namun karena memang motor MotoGP lebih keras secara karakter.
Kecepatan MotoGP juga lebih cepat, sehingga dengan settingan yang lebih terbatas, performa ban harus dapat dimaksimalkan.
Manager kompetisi roda dua Michelin yakni Piero Taramasu mengungkapkan bahwa pihak Michelin sudah mencoba bernegosiasi ulang dengan Dorna untuk memperpanjang kontrak.
Namun nampaknya pihak Dorna ingin menggunakan satu supplier yang sama untuk semua kategori di MotoGP. Ini termasuk MotoGP, Moto2, Moto3, dan MotoE. Sampai kejuaraan pembibitan seperti Red Bull Rookies Cup dan ASEAN Challenge Cup.
Meski Rookies Cup dan Challenge Cup belum pasti, namun Dorna ingin menggunakan satu ban yang sama di semua kelas untuk mengefisiensi budget dan membuat kesinambungan yang lebih baik antar kelas, serta membantu pembalap baru untuk lebih cepat beradaptasi.
Sementara Taramasu juga mengungkapkan bahwa dari pihak Michelin, mereka tidak tertarik menyuplai kategori lain di luar MotoGP dan MotoE. Menurutnya tidak masuk akal menyuplai kejuaraan dengan tingkat gengsi yang lebih rendah dari MotoGP.
Sehingga menurutnya setelah musim 2026 selesai, Michelin akan hiatus sejenak dari kejuaraan motorsport apapun.
Karakter Pirelli yang lebih lunak daripada Michelin ataupun Bridgestone disinyalir akan cocok dengan mesin 850cc MotoGP.
Mesin 850cc ini disinyalir akan punya figur tenaga yang mirip dengan superbike di WSBK sekarang, dan dengan aerodinamika yang disederhanakan.
Ban Pirelli juga dianggap bisa memiliki endurance yang baik menghadapi dirty air dari aero MotoGP. Selain itu, ban yang sangat berbeda akan memancing persaingan yang lebih dekat daripada sebelumnya.
0 Comments
Posting Komentar